Allah SWT Berfirman : "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia
memohon kepada Rabb-nya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan
menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi." (Ghafir: 26).
Ayat ini adalah penggalan dari ucapan Fir'aun kepada penduduk Mesir,
meminta kepada penduduk Mesir untuk memberikan izin atau setidaknya
memberikan kebebasan bagi dia untuk membunuh Musa as. Hal ini
dilakukannya dengan pemutarbalikan fakta bahwa Musa-lah yang menukar
agama mereka dan mengajak untuk membuat kerusakan di muka bumi.
Dari rekaman sejarah yang dijelaskan di dalam Alquran ini jelaslah
bahwa salah satu cara bagi para penguasa diktator untuk menghancurkan
gerak dakwah islamiyah adalah dengan membuat opini seolah-olah para dai
merupakan bagian dari orang-orang yang mengajak pada kehancuran dan
kebinasaan.
Usaha-usaha yang dilancarkan para penguasa ini
menjadi semakin mulus dengan dukungan media informasi yang ada dalam
genggaman mereka, sementara itu umat masih dalam kebodohannya (tidak
mengetahui hakikat kebenaran Islam) karena dakwah belum seluruhnya
menyentuh kehidupan mereka. Pada akhirnya, penguasa itu semakin leluasa
menggebuk dan meghancurkan para dai.
Fenomena-fenomena semacam
ini terus berulang dari zaman ke zaman, dalam bentuk dan sarana yang
bermacam-macam, sehingga memberikan kesadaran bagi para dai yang ikhlas
menempatkan dirinya dalam barisan dakwah untuk berupaya mengantisipasi
kenyataan-kenyataan tersebut, sebagaimana kemampuan Musa as membendung
kekuatan Fir'aun. Babak akhir menentukan Musa tampil menjadi pemenang
dalam memperjuangkan kalimatullah.
_Prinsip Para Dai Menghadapi Tirani Penguasa_
Ada beberapa hal menarik yang menjadi renungan bagi para dai dalam
kisah Musa ini, yaitu kemenangannya dalam menghadapi tirani yang begitu
kokoh dan kuat ini. Kemenangan itu selain sesuatu ketentuan mutlak bahwa
kebenaran akan mengalahkan kebatilan.
Allah SWT berfirman yang
artinya, "Dan katakanlah: 'Yang benar telah datang dan yang bathil
telah lenyap', sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap." (Al-Isra: 81).
Ada hal yang patut diteladani oleh
para dai, sesuai dengan tujuan diceritakannya kisah para nabi
sebagaimana firman Allah, "Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami
ceritakan kepadamu, ialah dengannya kami teguhkan hatimu." (Hud: 120).
Di antara prinsip yang dapat dipetik dari kisah nabi Musa as ini adalah:
1. Tsiqah (kepercayaan penuh) dan keimanan kepada Allah SWT.
Kekuatan yang dipamerkan oleh Firaun pada hakikatnya adalah kekuatan
yang sangat terbatas, baik secara kapasitas kekuatan maupun rentang
waktu, sebaliknya ada kekuatan yang maha di atas segala kekuatan, yaitu
kekuatan Allah SWT. Keyakinan inilah yang tumbuh subur dalam hati
Nabiyullah Musa. Keyakinan yang terus memompa kekuatan Musa as untuk
terus tegar menghadapi kediktatoran Firaun, demikian ini digambarkan
Allah dalam firman-Nya,
"Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka
tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak
seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang
tanpa menoleh. (kemudian Musa diseru): "Hai Musa datanglah kepadaku dan
janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman."
(Al-Qashash: 31).
Dengan bekal tsiqah yang kuat kepada Allah
SWT ini Musa as kembali berdakwah kepada Firaun mengalahkan segala rasa
keraguannya akan kekuatan Firaun.
2. Menghimpun orang-orang saleh dalam barisan dakwah.
Dakwah secara sendirian membuat kekuatan Musa menurun dan kekhawatiran
akan keselamatan dirinya pun semakin menebal. Sehingga, pada perjalanan
selanjutnya Musa as memutuskan untuk keluar dari negeri Mesir dan
bertemu dengan Nabi Syuaib.
Kekuatan kebersamaan yang disemai
Nabi Syuaib as kembali memupuk keberaniannya. Keberanian menghadapi
tirani penguasa itu semakin mantap manakala Musa memohon kepada Allah
SWT untuk menghimpun saudaranya, Harun, dalam barisan dakwah,
sebagaimana Allah berfirman, "Dan saudaraku Harun dia lebih fasih
lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk
membenarkan perkataanku."(Al-Qashash: 34).
Dalam hal ini Musa
as mampu menilai hal-hal yang kurang dalam dirinya dalam berdakwah,
sehingga kebersamaan dalam dakwah menjadi salah satu pilihan Musa as.
Kemampuan seorang dai pun harus cerdas dalam mengenal potensi
orang-orang di sekelilingnya yang kemudian dapat diberdayakan dalam
menopang gerak dakwah. Demikianlah kemampuan Harun dalam berdialog,
salah satu yang diharapkan Musa dalam menjalankan misi ilahiyahnya.
3. Menunjukkan mukjizat dari Allah SWT.
Mukjizat Allah SWT yang diberikan kepada Musa as memang sangatlah
banyak, hal inilah yang kemudian membantunya menaklukan Firaun. Dalam
konteks kekinian, mukjizat Allah tidak lagi diturunkan pada hambanya,
karena memang mukjizat hanya diberikan kepada para rasul, namun bukan
berarti ini menjadi alasan pokok yang menghambat para dai untuk
mengurungkan niat menjalani medan dakwah. Setidaknya ada mukjizat Nabi
Muhammad saw yang hingga kini kekal yang bisa digunakan para dai dalam
menegakan kalimah Allah, yaitu Alquran.
Demikianlah kekuatan
para dai, yang pada intinya terletak pada kekuatan iman dan inabahnya
(kembalinya) pada keyakinan penuh kepada Allah. Ingatlah bahwa hanya
dengan menunjukkan mukjizat Allah terbesar (Alquran), musuh-musuh Islam
akan mengakui kemulian dan keagungan Islam
0 Komentar untuk "KEDUSTAAN PARA PENGUASA SEPANJANG MASA"