Yang dibutuhkan dalam hidup ini adalah nilai keikhlasan bagi setiap diri. Ini pulalah yang paling sukar untuk diraih setiap para hamba Allah. Kata ikhlas jadi tuturan yang mudah dilantunkan tetapi amat sukar untuk diterapkan. Selain itu adalah rasa malu, yang merupakan bagian dari keimanan seseorang.
Ikhlas
biasa diterjemahkan sebagai ‘mengerjakan
sesuatu kebajikan dengan tanpa mengharapkan suatu pamrih apa pun,
melainkan sekadar mengharap keridhaan Allah semata’. Jika mengerjakan sesuatu
atau member sesuatu bantuan kepada orang lain lakukanlah dengan ikhlas, jangan
berharap pahala atau imbalan dari apa yang dikerjakan. Ini menjadi pemahaman
umum yang terekam dalam benak kita. Ikhlas dari pendekatan istilah keislaman
merujuk kepada kehendak ‘para hamba mengesalkan Allah, Tauhid’. Yaitu bagaimana
potensi-potensi kesyirikan dibuang dan memurnikan penghambaan diri hanya kepada
Allah SWT saja. Ikhlas berarti menjauhi kemusyrikan. Sebagaimana tertera dalam
Al-Quran surat Al-Ikhlas.
Ikhlas
menjadi padu-padan apabila dipersatukan dengan kata ‘malu’. Yaitu ketika
diterapkan dalam perilaku kehidupan, bersandingnya sikap ikhlas sebagai
kemurnian Tauhid dan memiliki rasa malu dalam diri. Inilah agaknya ujian
terbesar bagi setiap mukmin, bagaimana ia mampu menempatkan keduanya agar
terhunjam di dalam hati dan pikiran masing-masing. Sebab, dalam realitas
bukankah kita masih saja memiliki ketergantungan kepada zat lain selain Allah
SWT dan betapa banyak di antara kita yang tak lagi merasa malu di dalam diri. (AN)
0 Komentar untuk "Malu dan Ikhlas"